Rabu, 05 Januari 2011

Asuhan Keperawatan Anak dengan Diabetes Mellitus


TINJAUAN MEDIS

II.1  Definisi
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. Barbara C. Long, (1995 : 4)
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat. Brunner dan Sudarta, (1999 : 1220)
Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).

Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 2002).
Jadi secara umum Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup.Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejalanya dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar gula darah yang tinggi (tidak normal). Untuk mengukur kadar gula darah, contoh darah biasanya diambil setelah penderita berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil setelah makan.

II.2   Etiologi
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin. Ada 2 tipe Diabetes Mellitus, yaitu:
1.    Diabetes Mellitus tipe 1 (diabetes yang tergantung kepada insulin. Penderita menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu anak-anak dan remaja. Faktor lingkungan (berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Umumnya terjadinya hal ini adalah kecenderungan genetik. Sel penghasil insulin (sel beta) 90% mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.
2.   Diabettes Mellitus tipe 2 (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin, NIDDM) Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relative. Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah obesitas dimana sekitar 80-90% penderita mengalami obesitas. Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung diturunkan secara genetik dalam keluarga.

II.3  Patofisiologi
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip dengan k`elenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 – 100 gram. Letak pada daerah umbilical, dimana kepalanya dalam lekukan duodenum dan ekornya menyentuh kelenjar lympe, menyekresikan insulin dan glikogen ke darah.
Fungsi pankreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu :
  1. Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk getah pankreas berisi enzim dan elektrolit.
  2. Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon dalam pulau langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar antara alveoli-alveoli pankreas terpisah dan tidak mempunyai saluran.
    Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans langsung diserap ke dalam kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang membutuhkan hormon tersebut.

Insulin adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh sel-sel beta di kelenjar pankreas. Fungsi insulin dalam tubuh sangat bermacam-macam. Salah satunya adalah membantu menurunkan kadar glukosa (gula) dalam darah. Cara kerja insulin yang terdapat pada membran sel, sehingga permeabilitas sel berubah dan zat makanan tadi bisa masuk ke dalam sel. Dengan kata lain, insulin dapat dianggap sebagai suatu anak kunci yang bertugas membuka pintu sel agar glukosa dapat masuk ke dalam sel. Perlu diketahui juga bahwa walaupun tidak semua sel tubuh kita membutuhkan insulin untuk memasukkan glukosa ke dalam selnya (seperti sel darah merah, sel hati dan sel ke otak), tetapi sebagian besar sel tubuh kita sangat tergantung dengan insulin untuk memasukkan glukosa ke dalam selnya.

Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang tinggi yaitu :
a.       Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu meningkatkan konsentrasinya setelah makan, sekresi insulin juga meningkat sebanyak 2/3 glukosa yang diabsorbsi dari usus dan kemudian disimpan dalam hati dengan bentuk glikogen;
b.      Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa darah normal;
c.       Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah terhadap hypothalamus adalah merangsang simpatis. Sebaliknya epinefrin yang disekresikan oleh kelenjar adrenalin masih menyebabkan pelepasan glukosa yang lebih lanjut dari hati. Juga membantu melindungi terhadap hypoglikemia berat.

Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu :
a.       Menambah kecepatan metabolisme glukosa;
b.      Mengurangi konsentrasi gula darah;
c.       Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan.

Pada DM tipe 1 penderita diabetes tipe I memiliki gen bakat dan dicetuskan oleh virus Coxsackie tipe B-14. Ketika virus itu menyerang, tubuh akan membuat antibodi. Antibodi akan menyerang unsur yang kodenya sama, termasuk pankreas. Akibatnya, pankreas ikut rusak sehingga terdapat ketidakseimbangan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak turukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun sesudah makan. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin. Ketika glukosa berlebihan diekskresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan ini akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagi) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan pemecahan glukosa yang disimpan dan pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino. Namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk smapingan pemecahan lemak. Badan keton kan mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh jika jumlahnya berlebihan. Keadaan ini disebut ketoasidosis diabetic yang dapat menyebabkan nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, gangguan kesadaran dan bahkan koma.

Pada DM tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin. Yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan resepator kusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrase ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa pada jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Meskipun gangguan sekresi insulin merupakan cirri khas DM tipe II, namun masih ada insulin yang cukup untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton sehingga ketoacidosis diabetic jarang terjadi.

Sedangkan bayi dari ibu diabetes mellitus bahwa janin dari ibu hiperglikemi akan mengeluarkan insulin yang lebih banyak dari biasa. Pada saat ini janin mungkin menderita hipoglikemia, disertai pelepasan epinefrin. Akibatnya janin akan kekurangan  epinefrin, sehingga curah jantung menurun, terjadi hipoperfusi paru dan perifer yang menyebabkan bayi hipoksia, asidosis, sindrom gawat nafas, gangguan metabolic, hiperbilirubinemia, polisitemia, thrombosis vena renalis, makrosomia, trauma lahir, dan cacat bawaan. Pada umumnya kelainan tersebut dapat  diatasi, dicegah, atau dikurangi dengan perawatan antenatal yang baik, pertolongan persalinan yang adekuat, dan perawata neonatus yang memuaskan.




II.4   Tanda dan Gejala
Gejala awal DM biasa disebut dengan 3 P, yakni polifagi (banyak makan), polidipsi (banyak minum), dan poliuri (banyak kencing). Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibatnya, maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan tubuh selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang gula darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.

II.5   Pengobatan
Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal. Namun, kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk dipertahankan. Meskipun demikian, semakin mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang menjadi semakin berkurang. Untuk itu diperlukan pemantauan kadar gula darah secara teratur baik dilakukan secara mandiri dengan alat tes kadar gula darah sendiri di rumah atau dilakukan di laboratorium terdekat.

Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet. Seseorang yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur. Namun, sebagian besar penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olah raga yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik (penurun kadar gula darah) per-oral.

Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi tipe 2 dapat diobati dengan obat oral. Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak berhasil maka dokter kemudian memberikan obat yang dapat diminum (oral = mulut) atau menggunakan insulin.
Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu:
1.      Obat hipoglikemik oral
Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan efektivitasnya. Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.
Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup.Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.

2.      Terapi Sulih Insulin
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan).Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya. Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang berbeda:
1.      Insulin kerja cepat
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.
2.      Insulin kerja sedang
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.
3.      Insulin kerja lambat
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling minimal. Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak tidur malam.Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang hari. Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga. Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya.

Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam.Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk). Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis insulin. Pada pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi dan alergi.

Pada Pasien dengan DM  pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur. Penderita diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya. Tetapi cara terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula darah dan berat badan.

Olahraga ringan dapat dianjurkan pada anak penderita dm. Seperti berolahraga sekaligus bermain seperti olahraga sepak bola dan lari. Sehingga didapatkan pertahanan tubuh yang adekuat dan obesitas yang mungkin diderita dapat dikurangi. Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah raga untuk mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana cara menghindari terjadinya komplikasi. Penderita juga harus memberikan perhatian khusus terhadap infeksi kaki sehingga kukunya harus dipotong secara teratur. Penting untuk memeriksakan matanya supaya bisa diketahui perubahan yang terjadi pada pembuluh darah di mata.

II.6   Komplikasi
Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.

Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh darah besar (makro) bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil (mikro) bisa melukai mata, ginjal, saraf dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka. Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke. Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci darah (dialisa).

Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar dan kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat meradakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus diamputasi.

II.7   Prognosis
Sekitar 60% pasien Dm yang mendapat insulin dan terapi obat-obatan dapat bertahan hidup seperti orang normal, dengan diimbangi pola hidup sehat dan diet DM. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.
II.8   Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejalanya yaitu 3P (polidipsi, polifagi, poliuri) dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar gula darah yang tinggi (tidak normal). Untuk mengukur kadar gula darah, contoh darah biasanya diambil setelah penderita berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil setelah makan. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa dan jangan setelah makan karena usia lanjut memiliki peningkatan gula darah yang lebih tinggi.
Kriteria Diagnostik Gula darah (mg/dL)

Bukan Diabetes
Pra Diabetes
Diabetes
Puasa
< 110
110-125
> 126
Sewaktu
< 110
110-199
> 200
Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah tes toleransi glukosa. Tes ini dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya pada wanita hamil. Hal ini untuk mendeteksi diabetes yang sering terjadi pada wanita hamil. Penderita berpuasa dan contoh darahnya diambil untuk mengukur kadar gula darah puasa. Lalu penderita diminta meminum larutan khusus yang mengandung sejumlah glukosa dan 2-3 jam kemudian contoh darah diambil lagi untuk diperiksa.

Download


Asuhan Keperawatan Anak dengan Kwasiorkor

TINJAUAN MEDIS

1.      Definisi

KKP ( Kurang Kalori Protein) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KKP disebabkan karena defisiensi macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient, namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KKP.

Terdapat tiga jenis KKP, yaitu:
1.       KKP Kering : jika seseorang tampak kurus dan mengalami dehidrasi
2.       KKP Basah : jika seseorang tampak membengkak karena tertahannya cairan
3.       KKP Menengah : jika seseorang berada dalam kondisi diantara KKP kering dan KKP basah.

KKP kering disebut marasmus, merupakan akibat dari kelaparan yang hampir menyeluruh. Seorang anak yang mengalami marasmus, mendapatkan sangat sedikit makanan, sering disebabkan karena ibu tidak dapat memberikan ASI. Badannya sangat kurus akibat hilangnya otot dan lemak tubuh. Hampir selalu disertai terjadinya infeksi. Jika anak mengalami cedera atau infeksi yang meluas, prognosanya buruk dan bisa berakibat fatal.

KKP basah disebut kwashiorkor, yang dalam bahasa Afrika berarti 'anak pertama-anak kedua. Istilah tersebut berdasarkan pengamatan bahwa anak pertama menderita kwashiorkor ketika anak kedua lahir dan menggeser anak pertama dari pemberian ASI ibunya. Anak pertama yang telah disapih tersebut mendapatkan makanan yang jumlah zat gizinya lebih sedikit bila dibandingkan dengan ASI, sehingga tidak tumbuh dan berkembang.

KKP menengah disebut marasmik-kwashiorkor. Anak-anak yang menderita KKP ini menahan beberapa cairan dan memiliki lebih banyak lemak tubuh dibandingkan dengan penderita marasmus. (http://www.indonesiaindonesia.com/f/11160-malnutrisi/)

Kwashiorkor atau biasa lebih dikenal “busung lapar", pertama kali diperkenalkan oleh Dr Cecile Williams pada tahun 1933 sewaktu ia berada di Gold Coast, Afrika. Saat itu, Dr Cecile Williams banyak menemui anak-anak mengalami gejala busung lapar atau kwashiorkor. Istilah kwashiorkor itu sendiri berasal dari bahasa setempat yang berarti “penyakit anak pertama yang timbul begitu anak kedua muncul". Makna dari kata-kata ini intinya adalah menggambarkan suatu penyakit yang timbul pada anak pertama akibat anak tersebut tertelantarkan oleh orangtua akibat adanya adik yang baru lahir. Kwashiorkor lebih jarang ditemukan dan biasanya terjadi dalam bentuk marasmik-kwashiorkor. Kwashiorkor cenderung terjadi di negara-negara dimana serat dan makanan digunakan untuk menyapih bayi (misalnya umbi jalar, singkong, beras, kentang dan pisang), yang sedikit mengandung protein dan sangat banyak mengandung zat tepung; yaitu di pedesaan Afrika, Karibia, kepulauan Pasifik dan Asia Tenggara. (http://www.dinkesjatim.go.id/berita-detail.html?news_id=112)

Kwashiorkor adalah salah satu bentuk dari gangguan gizi yang dikenal sebagai Kurang Energi dan Protein (KKP) , ada juga yang mendefinisikan bahwa kwashiorkor adalah suatu sindrom yang diakibatkan defisiensi protein yang berat. Defisiensi ini sangat parah, meskipun konsumsi energi atau kalori tubuh mencukupi kebutuhan..

2.      Etiologi

Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat-zat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: Asupan yang kurang karena makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk dari usus (malabsorbsi); Penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh tubuh; Kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare, pendarahan, gagal ginjal atau keringat yang berlebihan.

Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya KKP adalah konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, KKP timbul pada anggota keluarga rumahtangga miskin olek karena kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian. Bentuk berat dari KKP di beberapa daerah di Jawa pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar atau HO (Honger Oedeem).

Kwashiorkor terjadi karena adanya defisiensi protein pada anak karena kandungan karbohidrat makanan tersebut tinggi, tapi mutu dan kandungan proteinnya sangat rendah.

Biasanya, kwashiorkor ini lebih banyak menyerang bayi dan balita pada usia enam bulan sampai tiga tahun. Usia paling rawan terkena defisiensi ini adalah dua tahun. Pada usia itu berlangsung masa peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau makanan sapihan.

Kwashiorkor cenderung terjadi di negara-negara dimana serat dan makanan digunakan untuk menyapih bayi (misalnya umbi jalar, singkong, beras, kentang dan pisang), yang sedikit mengandung protein dan sangat banyak mengandung zat tepung; yaitu di pedesaan Afrika, Karibia, kepulauan Pasifik dan Asia Tenggara.

Orang-orang yang memiliki resiko mengalami kekurangan gizi:
  1. Bayi dan anak kecil yang nafsu makannya jelek
  2. Remaja dalam masa pertumbuhan yang pesat
  3. Wanita hamil dan wanita menyusui
  4.  Orang tua
  5. Penderita penyakit menahun pada saluran pencernaan, hati atau ginjal, terutama jika terjadi penurunan berat badan sampai 10-15%
  6. Orang yang menjalani diet untuk jangka panjang
  7.  Vegetarian
  8. Penderita ketergantungan obat atau alkohol yang tidak cukup makan
  9. Penderita AIDS
  10. Pemakaian obat yang mempengaruhi nafsu makan, penyerapan atau pengeluaran zat gizi
  11. Penderita anoreksia nervosa
  12. Penderita demam lama, hipertiroid, luka bakar atau kanker.

3.      Patofisiologi

Penderita kwashiorkor itu mengalami kekurangan protein, namun dalam batas tertentu ia masih menerima “zat gizi sumber energi” (sumber kalori) seperti nasi, jagung, singkong, dan lain-lain. walau asupan protein sangat kurang, tetapi si anak masih menerima asupan hidrat arang / karbohidrat (misalnya nasi ataupun sumber energi lainnya), maka yang terjadi adalah gejala kwashiorkor.

Protein adalah sesuatu yang vital dalam kehidupan manusia begitu banyak peran protein bagi tubuh. Protein berperan untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh, mengganti dan memperbaiki sel yang rusak, mengatur keseimbangan asam basa, membentuk hormon dan enzim yang diperlukan dalam berbagai proses kimia tubuh.

Selain itu protein juga sebagai sumber energi cadangan jika kebutuhan karbohidrat atau lemak tubuh tidak tercukupi. Kelebihan atau kekurangan protein tidak baik untuk kesehatan. Kelebihan protein dapat mengganggu metabolisme protein yang berada di hati. Ginjal akan terganggu karena harus membuang hasil metabolisme protein yang berlebihan dan tidak terpakai oleh tubuh. Kekurangan protein juga akan membuat tubuh mudah lelah. Tekanan darah dan daya tahan terhadap infeksi pun dapat menurun. Pada anak-anak, selain mudah terserang penyakit kwashiorkor atau busung lapar, juga pertumbuhan dan tingkat kecerdasannya akan terganggu.

Tubuh menyerap protein dan makanan yang mengandung protein dalam bentuk asam amino. Asam amino harus diperoleh dari makanan sebab tubuh tidak bisa membuat asam amino. Berbagai jenis asam amino adalah isoleusin, leusin, lisin, methionin, femialanin, threonin, triptofan, dan valin.
Patofisiologi KKP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KKP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi. Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD–3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik/compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.
Anak dengan kwashiorkor akan mengalami edema (penumpukkan cairan di jaringan bawah kulit; umumnya di ujung-ujung tungkai bawah) dan adanya akumulasi cairan di rongga usus. Bagian tubuh yang menderita edema akan menjadi bengkak, bagian tersebut bila dipencet memberikan suatu cekungan . Terjadi pula penimbunan cairan di rongga perut yang menyebabkan perut si anak menjadi busung (oleh karenanya disebut busung lapar). Terjadinya edema, biasanya diawali akibat turunnya kadar albumin serum. Ini mengakibatkan turunnya tekanan osmotik daerah. Cairan daerah akan menerobos pembuluh darah dan masuk ke dalam cairan tubuh.
Anak-anak yang mengalami hal ini biasanya kehilangan nafsu makan, rewel, diare, dan sikap apatis. Biasanya pula, mereka menderita infeksi lambung dan perubahan psikomotor. Wajahnya bengkak. Pada orang dewasa, keadaan ini bisa terjadi, dan yang terparah adalah busung lapar. Kwashiorkor dianggap ada hubungannya dengan marasmus marasmick. Ini adalah satu kondisi terjadinya defisiensi, baik kalori, maupun protein. Cirinya adalah dengan penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak subkutan, dan juga ditambah dehidrasi. Apabila keadaan menjadi lebih berat, kulit menjadi kusam dan mudah terkelupas, rambut menjadi merah kusam dan mudah dicabut, anak menjadi lebih sering menderita bermacam penyakit dan lain-lain.

4.      Tanda dan Gejala

Gejala Klinis Balita Penderita Kwashiorkor:
1.      Edema, umunya seluruh tubuh terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
2.      Wajah membulat dan sembab
3.      Pandangan mata sayu
4.      Rambut tipis. Kemerahan seperti warna jagung, mudah di cabut tanpa rasa sakit, rontok
5.      Perubahan status mental, apatis, rewel
6.      Pembesaran Hati
7.      Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
8.      Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
9.      Sering disertai: penyakit infeksi, umumnya akut; anemia; dan diare

5.      Pengobatan dan Penatalaksanaan

Dalam mengatasi kwashiorkor ini secara klinis adalah dengan memberikan makanan bergizi secara bertahap. Bila bayi menderita kwashiorkor, maka bayi tersebut diberi susu yang diencerkan. Secara bertahap keenceran susu dikurangi, sehingga suatu saat mencapai konsistensi yang normal seperti susu biasa kembali.
Kalau anak sudah agak besar, bisa mulai dengan makanan encer, kemudian makanan lunak (bubur) dan bila keadaan membaik, maka baru diberikan makanan padat biasa. Dalam melaksanakan hal di atas ini, selalu diberikan pengobatan sesuai dengan penyakit yang diderita. Bila keadaan kesehatan dan gizi sudah mencapai normal, perlu diteruskan dengan imunisasi.

lmumsasi pada bayi atau anak dengan keadaan kurang gizi berat (seperti kwashiorkor) tidak akan memberi hasil yang positif. Status gizi (khususnya status protein) sangat mempengaruhi keberhasilan imunisasi. Kesemua ini tentunya harus bersamaan dengan dilakukannya penyuluhan/pendidikan masyarakat, upaya pengentasan kemiskinan, serta upaya lainnya yang dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat.

Agar tubuh dapat terpenuhi kebutuhan protein yang lengkap maka mengkonsumsi sumber protein harus dikombinasikan antara sumber protein hewani dan sumber protein nabati sehingga saling melengkapi jumlah protein yang harus dikonsumsi seseorang setiap hari tergantung dari umur seseorang, berat badan, jenis kelamin, mutu protein yang dikonsumsi, serta keadaan tertentu, misalnya sedang sakit atau baru sembuh dari sakit, yang mengharuskan orang untuk mengkonsumsi protein dalam jumlah yang lebih besar. Umumnya tingkat kebutuhan protein dalam keadaan sehat normal orang membutuhkan sekitar 40-60 gram protein tiap hari. Ada pula yang menyebut 1 gram per kilogram berat badan perhari. Namun, harus tetap dicatat bahwa mengkombinasikan beragam sumber protein baik nabati maupun hewani dapat memberi hasil yang maksimal bagi kesehatan.
Tata laksana diet pada balita KKP berat/gizi buruk ditujukan untuk memberikan makanan tinggi energi, tinggi protein, dan cukup vitamin mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi optimal.  Ada 4 (empat) kegiatan penting dalam tata laksana diet, yaitu : pemberian diet, pemantauan, dan evaluasi, penyuluhan gizi, serta tindak lanjut.

  1. Pemberian diet balita KKP berat/gizi buruk harus memenuhi syarat sebagai berikut :
    1. Melalui 3 fase yaitu : fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi
    2. Kebutuhan energi mulai 100-200 kal/Kgbb/hari
    3. Kebutuhan protein mulai 1-6 g/Kgbb/hari
    4. Pemberian suplementasi vitamin dan mineral khusus, bila tidak tersedia diberikan bahan makanan sumber mineral tertentu.
    5. Jumlah cairan 130-200 ml/kgbb/hari, bila ada edema dikurangi menjadi 100 ml/Kg bb/hari
    6. Jumlah pemberian peroral atau lewat pipa nasogastrik
    7. Porsi makanan kecil dan frekwensi makan sering
    8. Makanan fase stabilisasi harus hipoosmolar, rendah laktosa, dan rendah serat
    9. Terus memberikan ASI
    10. Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi dan berdasarkan berat badan, yaitu : bb < 7 kg diberikan kembali makanan bayi dan bb > 7 Kg dapat langsung diberikan makanan anak secara bertahap.
  1. Evaluasi dan Pemantauan Pemberian Diet:
  1. Timbang berat badan sekali seminggu, bila tidak naik, kaji penyebabnya (asupan gizi tidak adequat, defisiensi zat gizi, infeksi, masalah psikologis).
  2. Bila asupan zat gizi kurang, modifikasi diet sesuai selera.
  3. Bila ada gangguan saluran cerna (diare, kembung,muntah) menunjukkan bahwa formula tidak sesuai dengan kondisi anak, maka gunakan formula rendah atau bebas lactosa dan hipoosmolar, misal: susu rendah laktosa, formula tempe yang ditambah tepung-tepungan.
  4. Kejadian hipoglikemia : beri minum air gula atau makan setiap 2 jam
Status gizi seseorang dapat ditentukan melalui beberapa cara, yaitu:
a.       Laboratorik : terutama Hb, albumin, serum ferritin
b.      Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan). Indeks massa tubuh antara 20-50 dianggap normal untuk pria dan wanita.
c.       LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan), Mengukur ketebalan lipatan kulit.
d.      Lipatan kulit di lengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dengan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh.untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh
e.       Foto rontgen dapat membantu menentukan densitas tulang dan keadaan dari jantung dan paru-paru, juga bisa menemukan kelainan saluran pencernaan yang disebabkan oleh malnutrisi.

6.      Komplikasi
Anak-anak yang mengalami kurang energi dan protein itu, akan mudah terserang infeksi seperti diare, ISPA (infeksi saluran pernapasan atas), TBC, polio, dan lain-lain.
Kwashiorkor yang tidak cepat di atasi akan mengakibatkan marasmus bahkan marasmus-kwashiorkor. Apabila baik zat pembentuk tubuh (protein) maupun zat gizi sumber energi kedua-duanya kurang, maka gejala yang terjadi adalah timbulnya penyakit KKP lain yang disebut marasmus. Istilah Marasmus berasal dari bahasa Yunani, yang berarti kurus-kering. Sebaliknya, walau asupan protein sangat kurang, tetapi si anak masih menerima asupan hidrat arang / karbohidrat (misalnya nasi ataupun sumber energi lainnya), maka yang terjadi adalah gejala kwashiorkor. Gejala marasmus adalah seperti gejala kurang gizi pada umumnya (seperti lemah lesu, apatis, cengeng, dan lain-lain), tetapi karena semua zat gizi dalam keadaan kekurangan, maka anak tersebut menjadi kurus-kering. Kwashiorkor dianggap ada hubungannya dengan marasmus marasmick. Ini adalah satu kondisi terjadinya defisiensi, baik kalori, maupun protein. Cirinya adalah dengan penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak subkutan, dan juga ditambah dehidrasi.

7.      Prognosis

Lebih dari 40% anak-anak yang menderita KKP meninggal.
Kematian yang terjadi pada hari pertama pengobatan biasanya disebabkan oleh:
  1. gangguan elektrolit
  2.  infeksi
  3. hipotermia (suhu tubuh yang sangat rendah)
  4. kegagalan jantung.

Keadaan setengah sadar (stupor), jaundice (sakit kuning), pendarahan kulit, rendahnya kadar natrium darah dan diare yang menetap merupakan pertanda buruk.
Pertanda yang baik adalah hilangnya apati, edema dan bertambahnya nafsu makan. Penyembuhan pada kwashiorkor berlangsung lebih cepat.

Efek jangka panjang dari malnutrisi pada masa kanak-kanak tidak diketahui.
Jika anak-anak diobati dengan tepat, sistem kekebalan dan hati akan sembuh sempurna. Tetapi pada beberapa anak, penyerapan zat gizi di usus tetap mengalami gangguan.

Beratnya gangguan mental yang dialami berhubungan dengan lamanya anak menderita malnutrisi, beratnya malnutrisi dan usia anak pada saat menderita malnutrisi. Keterbelakangan mental yang bersifat ringan bisa menetap sampai anak mencapai usia sekolah dan mungkin lebih.

PATOFISIOLOGI





















Download


Asuhan Keperawatan Anak dengan Marasmus

2.1 Definisi
Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus (Nuchsan Umar Lubis,2002).
Marasmus sering kali terjadi pada bayi umur di bawah 12 bulan. Tanda khusus pada marasmus ialah kurangnya bahkan tidak ajaringan lemak di bawah kulit, sehingga tampak seperti bayi yang memakai pakaian yang terlalu besar untuk ukwajahnya tampak menua (old man atau monkey face). Atrofi jaringan, otot lemah terasa kendor atau lembek ini dilihat pada paha dan pantat bayi yang seharusnya kuat, kenyal dan tebal. Udema tidak terjadi, demikian pula warrambut tidak berubah. Tanda-tanda lainnya seperti tanda spesifik pada defisiensi mikronutrin yaberhubungan dengan pola diet setempat. Bayi dengan marasmus biasanya akan merasa kelaparan dan cengeng.
Pada marasmus tingkat berat terjadi retradasi pertumbuhan, berat badan dibanding usianya samapai kurang 60% standart berat normal. Sedikitnya jaringan adiposa pada marasmus berat tidak menghalangi homeostatis, oksidasi lemtetap utuh namun menghabiskan cadangan lemak tubuh. ”Keberadaan persedian lemak dalam tubuh adalah faktor yang menentukan apakah bayi marasmus dapat bertahan”
BMR pada marasmus sedikit meningkat sesuai kebutuhan (60 kkal per kg berat badan per hadalam masa penyembuhan, mencapai puncaknya (100 kkal per kg berat badan per hari).

2.2 Etiologi
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
  1. Masukan makanan yang kurang
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
  1. Infeksi
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.
  1. Kelainan struktur bawaan
Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.
  1. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus
Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat.
  1. Pemberian ASI
Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.
  1. Gangguan metabolik
Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.
  1. Tumor hypothalamus
Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain telah disingkirkan.
  1. Penyapihan
Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang akan menimbulkan marasmus.
  1. Urbanisasi
Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus; meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu; dan bila disertai dengan infeksi berulang, terutama gastro enteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.

 2.3 Patofisiologi
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Gopalan menyebutkan marasmus adalah compensated malnutrition.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.

2.4 Pathways


2.5 Manifestasi Klinis
Marasmus sering dijumpai pada usia 0 - 2 tahun. Keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya ialah wajah si anak lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Otot-otot lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka anggota gerak terlihat seperti kulit dengan tulang. Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang.


 2.6 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan serta riwayat penyakit yang lalu.
  1. Tanda klinis
- Wajah seperti orang tua
- Sering terdapat penurunan kesadaran
- Kulit kering, dingin dan kendor
- Otot-otot mengecil sehingga tulang-tulang terlihat jelas
- Sering disertai diare atau konstipasi
- Tekanan darah, frekuensi jantung dan frekuensi pernafasan berkurang
  1. Antropometrik
Lebih ditujukan untuk menemukan malnutrisi ringan dan sedang. Pada pemeriksaan antropometrik, dilakukan pengukuranpengukuran fisik anak (berat, tinggi, lingkar lengan, dll) dan dibandingkan dengan angka standard (anak normal).
Untuk anak, terdapat 3 parameter yang biasa digunakan, yaitu:
- Berat dibandingkan dengan umur anak
- Tinggi dibandingkan dengan umur anak
- Berat dibandingkan dengan tinggi/panjang anak
Parameter tersebut lalu dibandingkan dengan tabel standard yang ada Untuk membandingkan berat dengan umur anak, dapat pula digunakan grafik pertumbuhan yang terdapat pada KMS.
  1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium, misalnya pemeriksaan kadar darah merah (Hb) dan kadar protein (albumin/globulin) darah, dapat dilakukan pada anak dengan malnutrisi. Dengan pemeriksaan laboratorium yang lebih rinci, dapat pula lebih jelas diketahui penyebab malnutrisi dan komplikasi-komplikasi yang terjadi pada anak tersebut.



2.7 Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap. Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan. Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari.
Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari. Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A. Mineral yang perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral 75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau megnesium oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vit Bc dan 1 ml vit. C im, selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet.
Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu. Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita. Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak. Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat.
Antibiotik perlu diberikan, karena penderita marasmus sering disertai infeksi. Pilihan obat yang dipakai ialah procain penicillin atau gabungan penicilin dan streptomycin.
Hal-hal yang lain perlu diperhatikan :
a) Kemungkinan hipoglikemi dilakukan pemeriksaan dengan dextrostix. Bila kadar gula darah kurang dari 40% diberikan terapi 1-2 ml glukose 40%/kg BB/IV
b) Hipotermi
Diatasi dengan penggunaan selimut atau tidur dengan ibunya. Dapat diberikan botol panas atau pemberian makanan sering tiap 2 jam.
Pemantauan penderita dapat dilakukan dengan cara penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan serta tebal lemak subkutan. Pada minggu-minggu pertama sering belum dijumpai pertambahan berat badan. Setelah tercapai penyesuaian barulah dijumpai pertambahan berat badan. Penderita boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai kira-kira 90% BB normal menurut umurnya, bila nafsu makannya telah kembali dan penyakit infeksi telah teratasi.
Penderita yang telah kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat makanan biasa seperti yang dimakan sehari-hari. Kebutuhan kalori menjadi normal kembali karena tubuh telah menyesuaikan diri lagi. Sementara itu kepada orang tua diberikan penyuluhan tentang pemberian makanan, terutama mengenai pemilihan bahan makanan, pengolahannya, yang sesuai dengan daya belinya.
Mengingat sulitnya merawat penderita dengan malnutrisi, maka usaha pencegahan perlu lebih ditingkatkan.



 2.8 Komplikasi

2.9 Prognosis
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering disebabkan oleh karena infeksi; sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Lebih dari 40% anak-anak yang menderita marasmus meninggal. Kematian yang terjadi pada hari pertama pengobatan biasanya disebabkan oleh gangguan elektrolit, infeksi, hipotermia dan kegagalan jantung. Keadaan setengah sadar (stupor), jaundice (sakit kuning), pendarahan kulit, rendahnya kadar natrium darah dan diare yang menetap merupakan pertanda buruk. Pertanda yang baik adalah hilangnya apati, edema dan bertambahnya nafsu makan.
Efek jangka panjang dari malnutrisi pada masa kanak-kanak tidak diketahui. Jika anak-anak diobati dengan tepat, sistem kekebalan dan hati akan sembuh sempurna. Tetapi pada beberapa anak, penyerapan zat gizi di usus tetap mengalami gangguan. Beratnya gangguan mental yang dialami berhubungan dengan lamanya anak menderita malnutrisi, beratnya malnutrisi dan usia anak pada saat menderita malnutrisi. Keterbelakangan mental yang bersifat ringan bisa menetap sampai anak mencapai usia sekolah dan mungkin lebih.


Download


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons